Rabu, 07 Oktober 2009

PALEMBANG


Palembang merupakan ibu kota dari Provinsi Sumatera Selatan, kota Palembang adalah kota terbesar kedua di Sumatera setelah Medan. Kota ini dahulu merupakan pusat dari kerajaan Sriwijaya sebelum dihancurkan oleh kerajaan Majapahit dalam Ekspedisi “Pamalayu”. Sampai sekarang peninggalan area Kerajaan Sriwijaya masih ada di Bukit Siguntang, Palembang Barat. Setelah dihancurkan oleh berbagai peristiwa mulai dari penyerbuan pasukan maritim barbar (Srilanka) dan isolasi Majapahit.

Palembang merupakan kota yang tertua di Indonesia bahkan Nusantara, hal ini didasarkan pada prasasti Kedukan Bukit yang ditemukan di Bukit Siguntang. Yang menyatakan pembentukan sebuah wilayah yang merupakan ibu kota dari Kerajaan Sriwijaya pada tanggal 16 Juni 683. maka tanggal tersebut dijadikan patokan hari jadi kota Palembang.

Kota Palembang juga dipercaya oleh sebagian masyarakat Melayu sebagai tanah leluhurnya. Karena di kota inilah tempat turunnya cikal bakal Raja Melayu pertama yaitu “Parameswara” yang turun dari Bukit Siguntang. Kemudian Parameswara meninggalkan kota Palembang bersama Sang Nila Utama pergi ke “Tumasik/Temasek” dan kemudian diberilah nama “Singapura”.

Sewaktu Majapahit dari Jawa akan menyerang Singapura, Parameswara dan pengikutnya pindah ke Malaka di semenanjung Malaya dan mendirikan Kerajaan Malaka. Beberapa keturunannya juga membuka negeri baru di daerah Pattani dan Narathiwat yang sekarang merupakan wilayah Thailand Selatan. Setelah terjadinya kontak dengan para pedagang dan orang-orang Gujarat dan Persia di Malaka, maka Parameswara masuk agama Islam dan mengganti namanya menjadi “Sultan Iskandar Syah”.

Secara teratur, sebelum masa NKRI pertumbuhan kota Palembang dapat dibagi menjadi 5 fase utama:

Ø Fase sebelum Kerajaan Sriwijaya
Merupakan zaman kegelapan, karena mengingat Palembang telah ada jauh sebelum bala tentara Sriwijaya membangun sebuah kota dan penduduk asli daerah ini seperti yang tertulis pada manuskrip lama di hulu sungai Musi yang merupakan penduduk dari daerah hulu sungai Komering

Ø Fase Sriwijaya Raya
Palembang menjadi pusat dari kerajaan yang membentang mulai dari barat pulau Jawa, sepanjang pulau Sumatera, sampai semenanjung Malaka, bagian barat Kalimantan sampai ke Indochina. Runtuhnya Sriwijaya sendiri karena penyerbuan bangsa-bangsa pelaut yang tidak terdefinisikan, namun sebagian sejarahwan mengatakan mereka adalah pasukan barbar laut dari Srilanka (Ceylon). Akibat hancurnya kekuatan maritim mereka, Sriwijaya menjadi lemah dan persekutuan daerah-daerahnya mulai terlepas dan ketika datangnya ekspedisi Pamalayu dari Jawa (Majapahit) melakukan isolasi kepada Palembang untuk mencegah Sriwijaya bangkit kembali.

Ø Fase runtuhnya Kerajaan Sriwijaya
Di sekitar Palembang bermunculan kekuatan-kekuatan lokal seperti Panglima Bagus Kuning di hilir sungai Musi, Si Gentar Alam dii daerah pebukitan, Tuan Bosai dan Junjungan Kuat didaerah hulu sungai Komering, Panglima Gumai di sepanjang Bukit Barisan dan sebagainya. Pada masa inilah Parameswara yang mendirikan Tumasik/Temasek (Singapura) dan Kerajaan Malaka hidup dan di fase inilah juga terjadinya kontak langsung dengan para pengembara dan pedagang Arab dan Gujarat.

Ø Fase Kesultanan Palembang Darussalam
Hancurnya Kerajaan Majapahit di Jawa secara tidak langsung memberikan andil pada kekuatan lama sisa dari penyerangan Majapahit pada Ekpedisi Pamalayu. Setelah Kesultannan Demak yang merupakan pengganti dari kerajaan Majapahit di Jawa berdiri. Tak lama kemudian di Palembang berdirii pula Kesultanan Palembang Darussalam dengan Raja pertamanya adalah “Susuhunan Abdurrahman Khalifatul Mukminin Sayyidul Iman”. Kerajaan ini berhasil mengahwinkan dua kebudayaan yaitu kebudayaan Maritim peninggalan Sriwijaya dan agraris dari Majapahit. Selanjutnya Palembang menjadi pusat perdagangan terbesar di semenanjung Malaka pada masanya. Salah satu Raja yang paling terkenal pada masa itu adalah Sultan Mahmud Badaruddin II yang sempat tiga kali berjaya melawan kolonial Belanda dan Inggris.

Ø Fase Kolonialisme
Setelah Jatuhnya Kesultanan Palembang Darussalam pasca kalahnya Sultan Mahmud Badaruddin II pada pertempuran yang keempat melawan Belanda yang pada saat itu turun dengan kekuatan besar dibawah pimpinan Jenderal De Kock, maka Palembang nyaris menjadi kerajaan Bawahan. Beberapa Sultan setelah Sultan Mahmud Badaruddin II yang melakukan perlawanan kepada Balanda namun semuanya gagal dan berakhir pada pembumihagusan bangunan kesultanan dan penghancuran serta penghilangan simbol-simbol kesultanan. Setelah itu Palembang dibagi menjadi dua Keresidenan Besar dan pemukiman di Palembang dibagi menjadi daerah hulu dan hilir. Daerah hilir diperuntukan bagi keluarga kesultanan dan masyarakat pribumi sedangkan di bagian hulu diperuntukkan bagi para pendatang keturunan China dan Arab.

Kota Palembang dicanangkan oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono Sebagai “Kota Wisata Air” pada September 2005 dengan mengusung sebutan nama “Palembang Legendary City”.

Kota ini mulai bersolek dengan rapi dan profesional serta dikemas lebih modernitas baik dari segi Pemerintah, Penduduk, Inspratuktur, fasilitas umum dan lingkungan dengan tanpa mengabaikan unsur budaya yang sudah menjadi jati diri masyarakat.

Kota dengan beragam sebutan mulai dari Bumi Sriwijaya, Venesia dari timur, Tanah Leluhur bagi sebagian masyarakat Melayu, Negeri Batang hari atau sungai ini, semakin hari perencanaan penataan kota yang semakin baik, ini karena dukungan dan respon dari Pemerintah dan masyarakat hingga bisa mewujudkan sebagian dari wilayah kotanya seperti dalam sebuah selogan yang dicitakan kota ini yaitu Bersih Aman Rapi Indah (BARI).

Penduduk kota dengan multietnis mulai dari Melayu pesisir dan kepulauan, Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, China, India, Arab ini bisa berbaur dan bermasyarakat dengan baik tanpa tingkat diskriminasi yang terbilang tinggi antar sesamanya.

Secara langsung dengan keadaan penduduk tersebut maka melahirkan suatu budaya yang sangat beragam yang tentunya melahirkan daya tarik tersendiri bagi kota ini.

Kota ini dibelah oleh sungai Musi yang membentang luas satu hingga tiga kilometer yang dilintasi oleh kemegahan jembatan Ampera dengan dua tower ditengahnya yang menjulang tinggi sebagai penyangga kekokohan jembatan tersebut, Dahulunya sungai inilah yang menjadi jalur transportasi utama bagi masyarakat disana. Dan saat ini kehidupan transportasi diatas sungai inipun sudah mulai digalakkan kembali.

Warisan dan simbol sejarah pun masih terpelihara sampai saat ini, mulai dari peninggalan zaman Kerajaan Sriwijaya sampai kepada Peninggalan Kesultanan Palembang Darussalam masih terjaga dengan baik. Bahkan garis keturunan yang menjadi pewaris tahta Kesultanan Palembang Darussalam masih terdefinisi hingga saat ini, namun kekuasaan Sultan tersebut saat ini hanya sebagai simbol peninggalan kebudayaan semata.

Bicara tentang Palembang maka akan terbayang oleh masarakat luas tentang makanan khasnya Pempek yang saat ini bisa kita dapatkan hampir di seluruh pelosok Nusantara tanpa harus kita berkunjung kekota asalnya. Sebenarnya makanan khas Palembang bukan hanya Pempek saja, tetapi masih banyak sekali makanan khasnya seperti Tekwan, Model, Martabak Telor, Celimpungan, Kue Maksuba, Kue 8 Jam, Laksan Burgo,Pindang Ikan Patin Pegagan.

Makanan seperti Pempek, Model, Tekwan mengesankan Chinense Taste masyarakat Palembang, ini membuktikan bahwa perbauran antara masyarakat pendatang dan pribumi begitu baik sehingga perkahwinan kebudayaan dan kebiasaan sudah berlangsung sejak lama. Dan jika kita lihat dari kenyataannya bahwa memang Kota Palembang termasuk kota yang memiliki komunitas Tionghoa yang terbesar baik di Sumatera maupun Indonesia.

Demikian sekilas tentang sejarah dan Cerita singkat dari kota Palembang, semoga dapat menambah wawasan bagi pembaca. Okie!